SELAMAT DATANG DI BLOG BELAJAR BERSAMA

BLOG Ini adalah media Belajar, Sharing, dan berbagi. semoga melalui blog ini kita lebih bisa berintraksi lebih intensif nan efektif

Sabtu, 01 Januari 2011

IKHWAN DAN AKHWAT ???

Lagi-lagi (karena kejadiannya tak hanya sekali), ada yang protes mengenai penggunaan istilah ikhwan-akhwat. Tiba-tiba saya jadi teringat dengan suatu obrolan ringan di kos2-an sewaktu masih kuliah dulu. Waktu itu ada yg protes kenapa kalau ada acara daurah tertentu yg diundang kok tertentu juga. Trus kenapa sama-sama muslimah tetapi ada yg disebut akhwat ada yg enggak. Waktu itu ada salah satu mbk yg menjawab kurang lebih begini:

1. Akhwat ‘ammah (asal kata: ‘amm, biasa atau umum). Ini umumnya predikat bagi kaum Muslimah yang baru mulai aktif dalam kegiatan keislaman atau rohis. Mereka rata-rata belum berjilbab. tapi setidaknya berpakaian sopan dan panjang-panjang.

2. Akhwat hanif (lurus). Ini istilah bagi Muslimah yang sudah berjilbab namun perilakunya belum sesuai dengan jilbabnya, misal: masih pacaran, masih mejeng atau nyontek de el el. Tapi kadang Muslimah yang belum berjilbab pun digolongkan dalam kategori ini, tergantung kadar komitmennya, katanya. Umumnya akhwat jenis ini sudah rutin atau punya akses ikut pengajian tarbiyah atau mentoring.

3. Akhwat (tanpa embel-embel!). Ini ”derajat tertinggi” versi mbak tersebut, akhwat idaman. Kriteria umumnya: berjilbab panjang dan lebar bak taplak meja; aktif tarbiyah atau liqo’ dan sangat ketat dalam perilaku keseharian. Inilah garda terdepan dalam motor organisasi dan sudah dapat merekrut dan membimbing dua tipe akhwat sebelumnya. Inilah kader-kader terpilih yang siap tempur siang malam untuk sebuah qoror (perintah) tanzhim (jalur organisasi), dan siap pasang badan dipukuli aparat dalam aksi-aksi demonstrasi massa atau beradu argumentasi di forum-forum diskusi..
*********************
Akhwat = saudara muslim perempuan
Ikhwan = saudara muslim laki-laki

Konon jenjang ikhwan juga tak jauh berbeda, kendati lebih simpel. Sesimpel pakaian rekan-rekan kuliah saya: baju koko atau kemeja lengan panjang, celana bahan di atas mata kaki dan sepatu sandal atau sandal gunung. Ada yang bergaya metropolis atau sedikit metroseksual, sebut saja ia ikhwan borju.

Kategorisasi di atas memang tidak resmi dan relatif, namun kongkret. Tidak terucap namun terasa. Akhwat “hanif” umumnya tidak “seketat” akhwat tipe 3 yang selalu berjilbab panjang dan lebar. Akhwat “hanif” apalagi akhwat “‘ammah” masih sering kedapatan berpakaian yang menonjolkan lekuk tubuh atau berjilbab belum memenuhi standar syar’i, misalnya jibabnya dililit, transparan dan tidak menutup dada. Implikasinya nampak pada perilaku keseharian baik pada perbedaan gaya bicara, selera obrolan atau jenis kegiatan pengisi waktu. Kosakata di kalangan jilbaber juga kaya dengan istilah-istilah semisal “jilbab trendy”; “jilbab modis” atau “akhwat macho” dll. Yang sayangnya kerap membuat jarak antara ketiga kelompok tersebut. Jarak...hmmm..

Ada kasus seorang Muslimah yang berniat betul mempelajari Islam melalui mentoring mendadak futur (istilah untuk Dropped Out) dari kegiatan pekanan itu hanya karena tidak tahan disindir rekan satu lingkarannya karena masih senang pakai jeans atau hobi mendengarkan musik pop atau musik Barat. Atau karena kepergok nonton di bioskop 21 semata-mata karena dia moviefreak. Kendati ia hanya nonton sendirian dan film yang ditonton pun film yang gak aneh-aneh menurut saya....Padahal derajat keimanan seseorang siapa yang tahu? Hanya Allah. Mata wadag kita ini sering tertipu sich.. Banyak lagi kasus-kasus yang tampaknya sepele, namun cukup banyak terjadi.

Padahal kalau kita pernah belajar mengenai Fiqhul Awlawiyat (Fikih Prioritas) kita tidak akan menjadi penyebab ”mutungnya” saudara kita dalam mempelajari islam yang hanif ini. Tapi entah mengapa asas fiqh muwazanat (pertimbangan sesuai kondisi dakwah dan lokalitas) kerap diabaikan. Inilah yang kerap mengganggu citra ikhwan dan akhwat (dalam makna yang sudah dipersempit) yang sejatinya adalah orang-orang yang tulus-ikhlas, penuh cinta dan berdisiplin spartan. Insyaallah...^_^

Ah, sampai sekarang kata “akhwat” itu masih terdengar rumit bagi saya, mungkin serumit dunianya. Namun, yang mesti jadi pegangan bersama adalah bahwa ukhuwah itu lebih utama, karena nahnu muslimun qobla kulli sya’iin, kita adalah Muslim/Muslimah sebelum segala sesuatu. Selama masih berpegang pada satu Allah dan satu Qur’an dan mengakui Nabi Muhammad sebagai khotamun nabiyyin (nabi penutup), itulah Muslim/Muslimah yang punya hak-hak untuk dihargai dan dikasihi. Inilah basis untuk menyayangi orang lain di luar diri kita atau golongan kita. Inilah sebuah basis kasih sayang universal.

“Islam itu mudah, maka masukilah dengan mudah.” (Al Hadits).

Tetapi tidak dipungkiri bahwa dengan adanya ’pembedaan’ istilah tersebut lebih memudahkan dalam proses kaderisasi/pembinaan. Juga lebih mudah dalam menggambarkan kondisi masing-masing objek.
by : Lusi Susanti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar